Opinion

Tersesat di “Pusat”

picture: soerenkern.com

Pada tahun 2013 Pemerintah Inggris melalui Perdana Menteri David Cameron mendeklarasikan kota London sebagai pusat atau hub Islamic finance di antara negara-negara Barat, bahkan dunia, berlomba dengan negara pendahulu lainnya seperti Malaysia, Indonesia, Hong Kong, Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab, Bahrain, Turki, dan Pakistan.

Hal yang sangat wajar, jika melihat prestasi Inggris, dengan kota London-nya, yang didaulat menempati ranking teratas dalam hal industri jasa keuangan (konvesional) dunia (Global Financial Centres index, 2017).

Satu tahun kemudian (2014), ambisi ini dibuktikan dengan diterbitkannya sukuk perdana oleh pemerintah Inggris. Kebijakan ini diikuti oleh beberapa bank besar lainnya dengan menawarkan produk keuangan syariah. Fakta ini seakan semakin memperluas jalan London sebagai kota pusat keuangan Islam di dunia.

Tulisan singkat ini akan melihat perkembangan dan sedikit mereview “deklarasi” di atas, pada saat ini (awal 2020). Adapun untuk melihat kembali ‘status’ pusat keuangan Islam dunia di Inggris, khususnya kota London, dapat dilihat dari tiga fakta sebagai berikut.

Industri keuangan berbasis syariah yang ada masih fokus pada nasabah prioritas. Artinya, hanya mengutamakan pemilik dana besar. Hal ini diperkuat dengan total bank Islam yang jumlahnya masih lima (Gatehouse Bank, ABC International Bank, QIB (UK) and Ahli United Bank, Al Rayan Bank), hanya satu bank yang bertipe komersial yaitu Al Rayan Bank. Sedangkan empat lainnya berstatus ‘investment bank’.

Selain itu, produk dan layanan-nya pun terbatas. Salah satu contoh Al Rayan Bank, selain tidak memiliki jaringan kantor dan ATM yang luas, bank ini tidak memiliki produk tabungan untuk pelajar (student account).

Produk tabungan berbasis syariah di beberapa bank konvensional juga semakin terbatas, bahkan tuntas alias tutup. Lloyds Bank secara resmi menghentikan penerimaan nasabah baru untuk produk tabungan Islamic account pada tahun 2018.

Kebijakan ini terbaca jelas di website resmi yang menjelaskan “This account is no longer available. If you already have an Islamic Account, this page will continue to provide you with information about this account”.

Hal ini dilakukan karena manajemen sudah tidak tahan dengan komplain nasabah non-Muslim lainnya, yang menganggap produk syariah berbau diskriminatif baik secara biaya (bunga) dan agama.

Penghentian layanan ini mengikuti langkah HSBC Amanah yang berhenti beroperasi di London pada tahun 2012 (hanya menyisakan di Malaysia, Saudi Arabia dan Indonesia), dengan alasan bisnis-nya ‘kembang kempis’.

Oleh karena itu, pada saat ini akan sangat sulit bagi nasabah retail untuk mendapatkan layanan produk sesuai syariah.

Fakta terakhir, yang mungkin paling signifikan, adalah upaya Islamophobia. Isu ini berawal dari celotehan seorang aktivis kanan, yang juga mantan narapidana kejahatan pemerasan, menulis di Facebook yang intinya khawatir hukum Islam akan mengganti hukum di UK.

Ia mengatakan : “Some are here to work hard 100%, but when we see our laws being changed to fit Islamic law. We have to question if that’s now, what will it be like in 20 years from now.

Meskipun hanya sebuah tulisan di media sosial, namun dampaknya meluas menjadi berita di berbagai media massa. Hingga akhirnya, Lloyd Bank, yang menjadi sasaran utama kritik sang pendukung utama Brexit ini, menghentikan layanan syariahnya.

Ternyata, pernyataan penderita hypocrite ini berhasil mempengaruhi warga Britania Raya lainnya yang rasional bahkan sampai pejabat bank yang profesional, dengan alasan ‘masih’ rasial.

Akhirnya, masyarakat muslim (2.8 juta jiwa) di Inggris masih akan ‘tersesat’ dan harus bersabar mencari layanan keuangan syariah di tempat yang katanya ingin menjadi ‘pusat’.

Namun, di tanah air tercinta, konsep bank Islam masih ‘tersesat’ karna belum menemukan jalan menuju ‘hati’ masyarakat, yang muslim mayoritas.

Apabila di Inggris, produk bank syariah dikritik oleh non-Muslim pengidap Islamophobia, maka di Indonesia, bank syariah ‘masih’ dikritik, dihujat (lihat buku: Tidak Syariahnya Bank Syariah) bahkan diabaikan oleh muslim sendiri. Wallahu A’lam.

London, 30 Jumadal Ula 1441/25 Januari 2020