Opinion

Satu Kompetisi Dua Motivasi

Jumat ini masjid dekat rumah, Hounslow Muslim Centre, seperti biasa, selalu merilis agenda baru, kompetisi shalat subuh berjamaah. Kompetisi ini untuk anak usia 7-12 tahun dan berlangsung selama 14 hari. Para peminat harus mendaftarkan nama dan usia nya kepada panitia, untuk kemudian mengisi absen kehadiran setiap waktu jama’ah subuh.

Dengan berbagai pertimbangan, kali ini panitia hanya menerima anak laki-laki sebagai peserta, dan harus ditemani oleh orang tua (ayah). Hal ini mengingat pada usia tersebut, di Inggris, anak belum dapat dilepas mandiri. Sebagai contoh, kebijakan sekolah yang mewajibkan orang tua untuk antar jemput anaknya pada usia ‘primary school’.

Panitia telah menyiapkan beragam apresiasi kepada para peserta yang hadir, mulai dari breakfast, hingga hadiah spesial bagi yang hadir ‘full’ selama 14 hari. Pada subuh ini, terlihat hidangan ‘breakfast’ yang terdiri atas berbagai jenis roti, biskuit dan minuman.

Kompetisi ini disambut dengan antusias para jamaah. Hal ini tampak pada hari pertama kompetisi, banyak jama’ah anak-anak yang hadir jama’ah subuh hari ini. Artinya, jumlah jama’ah bertambah dua hingga tiga kali lipat. Ada yang membawa satu orang anak, dan ada pula yang mengajak dua anak.

Agenda ini sangat menarik, bukan hanya karena fasilitas ‘breakfast’ nya yang beragam, ataupun hadiah yang meriah. Namun, paling tidak ada tiga manfaat yang dapat dirasakan.

Pertama, membahagiakan anak dari masjid. Anak-anak sangat suka lomba dan hadiah, apalagi bagi semua peserta disediakan sarapan dan kudapan favorit mereka. Selain itu, agenda seperti ini mengenalkan anak kepada masjid dengan pesan yang berkesan di hati, sehingga kelak mereka dapat menjadi muslim sejati.

Kedua, kompetisi ini memberikan efek latihan ‘bangun sebelum subuh’, khususnya bagi anak-anak. Pada awalnya, mereka mungkin merasa agak, sedikit berat, atau sangat berat, bahkan terpaksa. Namun, setelah dua, tiga hari, level berat-nya akan berkurang, bahkan jika dilatih selama 14 hari, yang awalnya berat akan menjadi ringan dan nikmat.

Latihan ini paling tidak mendekati hasil riset yang menyebutkan untuk membangun kebiasaan baru perlu waktu minimal 21 hari untuk dilakukan secara terus menerus, beberapa riset lain menyebut 30-60 hari. Hal ini tentunya tergantung masing-masing individu, khususnya kemampuan otak dalam merekam aktivitas baru tersebut. Bagi anak-anak, kemampuan otak mereka tentunya berpotensi lebih cepat merekam di bandingkan orang dewasa, karena lebih fresh. Oleh karena itu, kompetisi ini bermanfaat sebagai ‘treatment’ membentuk habit baru, bangun subuh.

Ketiga, mendekatkan anak dengan orang tua, dan keduanya dengan masjid. Seorang ayah dan anak akan saling bekerjasama untuk menjalani hari-hari kompetisi, seorang ayah akan mengingatkan dan diingatkan, mengajak dan diajak, oleh anaknya. Selain itu, kebersamaan keduanya, mulai dari berangkat ke masjid, selama di masjid, sampai kembali ke rumah tentunya akan memupuk kedekatan di antara ayah dan anak, bahkan menambah kecintaan mereka kepada rumah Sang-Ilahi, yang akan selalu melekat di memori.

Akhirnya, kompetisi menghadiri shalat subuh berjamaah ini, tidak hanya bermanfaat bagi anak-anak, para peserta, namun juga para orang dewasa, khususnya para orang tua, yang harus mengantar, dan yang menjadi teladan keluarga, beriringan menuju surga. Wallahu A’lam.

Hounslow – West London, 12 Jumadal Awwal 1443/17 December 2021