Opinion

Wisdom University: Inovasi vs Keikhlasan

Picture: gontornews.com

Sore hari ini saya terlibat perbincangan singkat dengan dua tokoh sekaligus dosen super special yaitu al-ustadz Dr. Abdul Hafidz Zaid dan al-ustadz Dr. Muhammad Ghozali.

Meskipun singkat ada dua istilah yang sangat menarik dalam perbincangan tersebut yaitu kata “inspirasi” dan “ilham”. Mendengar dua kata tersebut, mengingatkan saya akan kehadiran seorang pakar dan konsultan manajemen beberapa perusahaan besar di Ibu Kota.

Pada intinya, pakar manajemen tersebut menjelaskan bahwa inti dari keberlanjutan sebuah perusahaan adalah inovasi. Beliau memberikan contoh bagaimana perusahaan-perusahaan besar level dunia berlomba dalam hal inovasi.

Di antara perusahaan raksasa di Jepang yang harus menutup pabrik-pabriknya di beberapa negara Asia khususnya Indonesia, karena kalah inovasi dengan perusahaan sejenis asal Korea Selatan.

Ambilah contoh produk teknologi dengan merek Sony, Hitachi, Toshiba yang dominasinya digantikan oleh Samsung dan LG. Pada akhirnya, perusahaan asal negeri Sakura itu harus mengurangi jumlah pabriknya, menjual aset dan bahkan harus gulung tikar.

Berdasarkan fakta di atas, beliau mengingatkan lembaga pendidikan seperti Gontor termasuk Universitas Darussalam Gontor perlu hati-hati apabila tidak mampu menghadirkan inovasi untuk keberlangsungan lembaga ini pada masa depan.

Jadi, menurut seorang konsultan tersebut Gontor juga mungkin akan hilang atau tutup jika tidak ada inovasi.

Namun, analisa seorang pakar manajemen tersebut kurang pas dengan konteks Gontor dan kultur pesantren. Dalam dunia pesantren yang lebih patut dikhawatirkan bukanlah hilang/berkurangnya “daya inovasi”, akan tetapi hilang/lunturnya “nilai keikhlasan”.

Karena inovasi merupakan petunjuk buah dari keikhlasan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa ceramah dan nasihat para kyai dan pimpinan pondok yang merujuk pada firman Allah swt, “ikutilah mereka yang tidak meminta/mengharap imbalan dari kalian, dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk” (Yasin, 21).

Kemudian pada surat lainnya “dan bagi mereka yang berjuang di jalan Kami (jalan kebaikan), niscaya Kami tunjukkan jalan-jalan Kami (jalan kebenaran), dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang ikhlas” (Al-Ankabut, 69).

Dua ayat ini adalah sedikit dari sekian banyak ayat yang menjelaskan hubungan antara keikhlasan dengan petunjuk atau hidayah. Artinya, dengan jiwa keikhlasan pasti akan selalu ada petunjuk Allah kepada para pejuang di lembaga pesantren untuk perbaikan dan pengembangan.

Sebagai contoh, apabila ada kebijakan atau sistem yang dievaluasi kurang baik, tentu akan diberikan jalan untuk perbaikan secara berkala dan terus menerus.

Selain itu, konsep inovasi yang berasal dari Barat adalah konsep yang berhenti pada titik hanya mengandalkan kemampuan manusia, khususnya kemampuan berpikir saja.

Konsep ini mengabaikan unsur metafisik yang menjelaskan bahwa sumber ilmu berasal dari Allah Yang Maha Mengetahui. Hal ini tentunya tidak heran karena konsep ini dilahirkan dari sebuah pemikiran dan carapandang (worldview) yang sekuler.

Oleh karena itu, berpikir dalam suasana nilai keikhlasan merupakan faktor yang paling signifikan untuk mengelola, mengembangkan dan kelanjutan sebuah lembaga pendidikan model pesantren.

Tampaknya inilah alasan mengapa jiwa keikhlasan diposisikan pada urutan teratas dalam Panca Jiwa Pondok Modern. Wallahu-a’lam bishawab.

Al-Ghazali Permai, Januari Desember 2020