Life

Semangat Jumat

Pekan pertama Summer Vacation berjalan, penulis mendapatkan pesan di grup WhatsApp komunitas Muslim London, yang isinya informasi dibukanya kembali masjid untuk Shalat Jumat pada 10 Juli kemarin.

Sebenarnya, masjid sudah mulai buka sejak Sabtu 4 Juli lalu untuk shalat lima waktu, momen yang bersamaan dengan diperbolehkannya restauran, bar dan pub untuk menerima pelanggan ‘eating in’.

Namun, yang membuat hari ini spesial yaitu hari ini merupakan Jumatan pertama setelah absen dilaksanakan di masjid selama 15 kali.

Meskipun status masjid sudah kembali ‘reopening’, ada satu hal yang berbeda, khususnya dalam prosedur kehadiran. Para jama’ah diwajibkan untuk melakukan booking dengan memilih tiga kloter waktu, 13.10, 13.40 dan 14.10.

Selain menginput data jumlah rombongan, jika satu keluarga, juga diwajibkan mengisi nomor telepon seluler. Kemungkinan besar data tersebut untuk kepentingan ‘tracing and tracking’. Jika ada seorang jamaah yang positif covid, maka jama’ah yang satu kloter akan dihubugi untuk ‘self-isolation’.

Setelah proses booking selesai, jamaah akan mendapatkan barcode yang nantinya menjadi akses masuk ke dalam masjid. Peraturan lainnya, jamaah juga diwajibkan berwudhu di rumah, memakai masker, membawa sajadah, menyiapkan tas plastik untuk sepatu, karena rak sepatu tidak difungsikan untuk mencegah kerumunan.

Barcode sebagai bukti booking jama’ah shalat Jumat

Pada Hari-H, prosedur dijalankan dengan ketat. Pukul 12.50, sudah ada antrian cukup panjang. Terdapat dua petugas melakukan screening kelengkapan dan scanning kode bar sebagai bukti reservasi.

Selanjutnya, jamaah dipersilahkan masuk, alurnya sama seperti video tutorial yang telah disebar oleh masjid di sosial media. Selain rak sepatu yang tidak difungsikan, rak alquran juga ditutup (disarankan menggunakan quran pribadi atau pakai aplikasi), dan tempat wudhu serta kamar kecil pun juga dikunci.

Suasana antri saat sebelum masuk Masjid Kingston Muslim Association

Kemudian, formasi shaf juga sedikit berbeda, seperti formasi warna ‘hitam-putih’ papan catur. Jamaah mengisi ruang ‘putih’-nya dan ruang ‘hitam’ digunakan untuk menyimpan barang pribadi seperti tas plastik berisi sandal/sepatu – ada juga yang menyimpan helm.

Sesekali, ada petugas yang keliling mengecek dan mengingatkan jika ada jamaah yang melepas masker dan keluar dari protokol. Setelah salat berakhir, pintu keluar disiapkan jalur tersendiri, totalnya ada dua, satu bagian depan dan satu lagi di bagian tengah.

Salah satu pesan penting dalam khutbah adalah anjuran kesyukuran atas izin Allah kita dapat beribadah kembali di masjid, sejak lockdown 23 Maret lalu. Sang khatib, Shaykh Sulayman Van Ael, menjelaskan bahwa beribadah di rumah ataupun di masjid adalah atas kehendak-Nya, saat ini Allah mengendaki kita untuk kembali melaksanakan shalat Jumat di masjid.

Maka kesyukuran pertama yang perlu dilakukan adalah dengan memenuhi panggilan-Nya untuk datang beribadah di rumah Allah ini. Jikalau, keadaan kembali (memburuk), naudzubillah, kita harus siap untuk tetap beribadah kepada-Nya di manapun, meskipun masjid kembali tutup.

Selain itu, khatib, yang memeluk Islam pada usia 18 tahun, juga menyinggung pendapat sebagian orang tentang prosedur masjid yang ketat dan berlebihan (exaggerating) saat covid.

Shaykh Sulayman menjelaskan bahwa aturan tersebut sebagai wujud ‘optimalisasi’ ikhtiar, sebagaimana Rasulullah sallahu alaihi wa sallam memerintahkan salah seorang sahabat untuk mengikat untanya sebelum beribadah di masjid.

Ikhtiar ini untuk menghindari resiko ‘mafasid’ di tengah pandemi, yang menempatkan Inggris pada urutan ketiga teratas (44.904), setelah sebelumnya disalip Brazil (71.469) di posisi kedua, dan masih tetap di bawah Amerika Serikat (135.089), pada klasmen korban jiwa akibat corona versi Johns Hopkins University & Medicine.

Dengan diselenggarakan Shalat Jumat kembali tentunya menjadikan rutinitas semakin terasa normal dan semangat kembali optimal.

Sebagaimana saran seorang psikolog, untuk mengurangi rasa depresi saat pandemi, dengan melaksanakan aktifitas rutin pada saat normal, seperti mandi pagi.

London, 15 Juli 2020

Royyan R. Djayusman